Prolog
Los Angeles
2 a.m at Fullmoon Night
Darah berceceran membasahi tiap-tiap sudut kota. Tubuh-tubuh tak bernyawa tergeletak tanpa daya. Kota yang ramai dan penuh gegap gepita berubah menjadi sunyi dan senyap layaknya kota mati dalam sekejab. Seluruh penduduk kota terbantai dalam beberapa jam sebelum malam pergantian tahun. Hanya 6 vampire tapi semua penduduk kota musnah tak bernyawa.
"Hiks...Hiks...Hiks...Hiks..."
Tangisan ketakutan yang beralun menyakitkan, terdengar dari salah satu sudut bangunan. Bangunan rumah besar yang rusak tak berbentuk. Tanaman mawar yang menghiasi halamannya telah hancur. Di antara rimbunan tanaman mawar yang rusak, seorang gadis kecil terduduk ketakutan. Ia memeluk lututnya erat-erat. Rambut coklatnya yang panjang terlihat kusut dan basah. Mata sapphire bluenya menggelepar ke segala arah. Bibir tipisnya bergetar dan memerah karena darah. Di atas dahinya ada luka baret panjang yang tidak terlalu dalam namun tetap mengeluarkan darah. Wajah putihnya memucat. Dress putih yang melekat di tubuhnya penuh noda darah dan tanah kecoklatan yang bercampur menjadi satu. Srekk!
"Apa kita sudah menghabisi semuanya?" tanya seorang vampire rupawan sambil menendang-nendang dedaunan. Namanya Darell, vampire kejam yang haus darah. Rambut birunya bersinar di kegelapan. Mata birunya menunjukkan kebosanan. Tubuhnya sempurna layaknya atlet. Semua vampire tidak ada yang jelek. Mereka rupawan dengan segala kelebihan mereka. Yang sama hanya kulit putih mereka yang pucat. Keabadian yang mereka miliki selalu menarik manusia untuk menjadi vampire.
Aleron hanya menoleh singkat pada Darell, tanpa menjawab. Dia adalah pemimpin kelompok vampire yang menyerang kota. Rambut merah tuanya menyala. Seolah menunjukkan seberapa hebatnya dia. Mata hijaunya menatap lurus ke arah rerimbunan tanaman mawar dimana gadis berambut coklat berada.
Jeathra, gadis berambut coklat itu menjadi tegang. Tubuhnya kaku dan keringat dingin mengaliri tubuhnya. Wajahnya semakin pucat. Ia memeluk tubuhnya lebih erat. Ia menggigit bibirnya keras agar isak tangisnya tidak terdengar. Tapi tubuh gemetarnya yang menunjukkan ketakutan semakin menarik perhatian Aleron.
"Apa yang kau lihat, Al?" tanya Darell yang memperhatikan tingkah Aleron sejak tadi.
"Sepertinya ada yang terlewat," jawab Aleron singkat. Ia berjalan sepelan mungkin menuju rerimbunan tanaman dimana Jeathra berada. Ia menyunggingkan senyum mautnya. Senyum yang menampakkan taring tajamnya.
Darell mengernyit heran. Sebelum bertanya lebih lanjut, ia memperhatikan rerimbunan yang menjadi pusat pengamatan Aleron. Sedetik kemudian, senyum yang sama tercetak di wajahnya. Ia tahu apa yang membuat Aleron bertingkah aneh. Di balik rerimbunan itu ada seorang gadis kecil yang bersembunyi. Ternyata gadis itu luput dari pembantaian yang baru saja mereka selesaikan.
"Uhmm, a little girl with excelent smell," gumam Darell sambil menghirup udara sekuat-kuatnya. Ia menyeringai dan langsung menyerbu gadis kecil itu.
Aleron tertawa kecil melihat tingkah Darell. Namun dalam sekejab, tawa itu hilang. Ia menyadari ada bahaya datang mengancam mereka.
"Hentikan, Rell! Ada vamangitch!" seru Aleron keras. Dengan cepat, ia menahan tubuh Darell.
"Shit! Mau apa mereka!" geram Darell. Ia menatap marah pada Jeathra yang berada semeter di depannya.
Jeathra membuka mulutnya untuk berteriak saat Darell menyerangnya namun tidak ada suara yang keluar. Ia sedikit lega saat Aleron menahan gerakan Darell.
"Kita harus pergi!" kata Aleron.
Darell menatap Aleron dengan alis bertaut. Ia tidak pernah setuju jika vampire harus menghindari vamangitch, ras terkuat. Tapi ia tidak bisa menolaknya karena vamangitch cukup berkuasa dalam hal pembantaian. Jika vampire membantai untuk mendapatkan darah. Maka vamangitch membantai untuk mendapatkan Aidennya, pemasok darah kehidupan bagi mereka.
"Shit!" umpat Darell sebelum pergi mengikuti Aleron.
Jeathra tetap terdiam di tempat dengan tubuh bergetar hebat. Ia menatap kepergian dua vampire itu dengan tatapan lega bercampur heran.
Srekk!
Perhatian Jeathra langsung tertuju pada sosok aneh yang ada tak jauh darinya. Ia kembali tegang. Ia menatap sosok itu dengan takut. Ia menelan air ludah yang terasa anyir karena bercampur darah dari bibirnya yang robek. Ia haus. Tubuhnya tak lagi bertenaga.
Sementara sosok yang baru datang itu langsung bergerak mendekati Jeathra. Sosok vamangitch yang terkenal akan kekuasaan dan kekuatannya. Ia mengepakkan sayap hitamnya sambil berjalan. Hal itu membuat Jeathra menyakininya sebagai malaikat. Vamangitch itu berambut hitam legam dengan mata coklat karamel yang sangat mempesona. Wajah putihnya terukir indah bak pualam. Tak kalah rupawan dengan vampire.
Jeathra meringsek lebih jauh ke dalam rerimbunan saat sosok yang ia sangka malaikat bergerak semakin mendekatinya. Namun dalam sekejab sosok itu sudah ada di depannya. Membuatnya memekik pelan.
"Argh!"
Tubuh Jeathra terasa kaku. Ia hanya menatap sosok tampan itu tanpa ekspresi. Ketakutan telah menghancurkan ekspresinya. Tubuhnya langsung membeku saat tangan sosok itu menyentuh dahinya dengan lembut.
"Kau tidak apa-apa?" tanya sosok vamangitch itu dengan lembut.
Jeathra heran. Di dalam otaknya timbul berbagai macam pertanyaan mengenai sikap sosok itu. "Ka-kau si-si-apa? A-pa ka-u ma-lai-kat yang a-kan mem-bu-nuh-ku?"
Vamangitch itu tersenyum lembut. "Aku bukan malaikat pembunuh. Aku vamangitch. Aku tidak akan membunuh gadis kecil yang baru berumur 6 tahun," kata sosok itu.
"Va-va-ma-ngitch? Apa i-tu?" tanya Jeathra penuh kebingungan.
"Kau akan tahu kelak saat kau sudah besar. Sekarang pergilah ke tempat yang aman." Vamangitch itu mengusap kepala Jeathra dengan sayang. Ia kasihan pada gadis itu.
"Te-terima kasih," kata Jeathra sambil tersenyum manis.
Vamangitch itu terdiam. Ia sangat terpesona pada senyum Jeathra. Ia sangat menyukainya. Ia membantu Jeathra berdiri. Ia menatap Jeathra dalam-dalam. Hal itu membuat wajah Jeathra memerah.
Vamangitch itu tersenyum kecil. Dengan gerakan sededuktif mungkin, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Jeathra. Bibirnya menyentuh bibir merah Jeathra. Menyapunya. Membersihkannya dari darah. Setelah itu, dia menarik wajahnya dan berbisik di telinga Jeathra.
"Sorry, I get your first kiss. The taste is excelent. I love it. I hope that we meet again in the future."
Setelah mengatakan hal itu, vamangitch itu langsung mengepakkan sayapnya. Dan pergi menjauh dari Jeathra. Sementara Jeathra hanya terdiam tidak mengerti apa yang baru saja ia alami. Secara naluriah, ia menyentuh bibirnya. Merasakan kehangatan yang meresap ke bibirnya beberapa saat yang lalu. Bibirnya terasa lembut tanpa bekas darah sedikitpun.
"Vamangitch," gumamnya pelan.
Tiba-tiba ia mendengar derap langkah datang mendekat. Ada 5 orang manusia datang mendekatinya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya salah seorang dari mereka. Ia tersenyum hangat dengan wajah bijaksananya. Ia masih terlihat muda.
"Ah, aku rasa begitu, paman," kata Jeathra pelan. Ia langsung mengenali sosok itu. Mr. Gavin Reece, teman ayah kandungnya yang meninggal sejak ia kecil. Ia juga tahu kalau Mr. Gavin juga walinya setelah ibunya juga meninggal 3 tahun lalu. Sekarang ia baru sadar kalau dia hidup sendirian di rumah besar peninggalan orang tuanya. Selama ini dia selalu ditemani para pengawal kakeknya yang-jujur ia akui-tidak pernah menganggapnya cucu. Tapi semua pengawalnya telah dibantai para vampire.
"Ikutlah denganku. Ke Zion," kata Gavin.
Jeathra mengangguk cepat. Ia tidak mau tinggal dengan kakeknya. Ia lebih memilih ikut dengan Mr. Gavin. Walaupun ia tidak tahu apa itu Zion.
∞µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ µ∞
2 komentar:
tiba2 kangen banget sama cerita ini. cerita yg d baca pas zaman kuliah. sampe ngubek2 wattpad td dan gemes ngingat2 judul ceritanya
Kangen cerita ini
Pingin baca lagi tapi muter2 dari wattpad sampe facebook gak nemu 😭😭😭😭
Posting Komentar